Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup (PKLH)
assalamualaikum wr.wb jumpa lagi bersama ekoferdy07 saya kali ini akan berbagi informasi tentang Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak usah panjang lebar berikut informasinya:
PENDAHULUAN
Manusia, sejak permulaan keberadaannya di bumi, sudah hidup dari dan
dengan lingkungannya. Semasih segala kebutuhan manusia dapat dipenuhi
dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya, dan semasih bumi
mampu memproses secara alamiah buangan/sisa yang diperlukan manusia,
tidak ada masalah yang perlu dikhawatirkan pada lingkungan. Namun,
sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan perkembangan teknologi manusia,
tampak masalah lingkungan menjadi semakin memprihatinkan. Masalah
lingkungan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sangat erat
hubungannya dengan masalah kependudukan dalam konteks penduduk dan
pembangunan (Ananta, 1992; Mantra,2001; Moertopo, 1992). Dalam hal ini,
kerusakan lingkungan tidak hanya sebagai akibat dari bertambahnya
penduduk serta meningkatnya kebutuhan hidup. Terdapat proses lain yang
menyertai yang menyebabkan menipisnya sumber daya alam menjadi jauh
lebih parah.
Semakin meluasnya masalah lingkungan menyebabkan isu, perhatian, dan
aktivitas lingkungan mulai diperkenalkan secara meluas sejak dasa warsa
1960-an. Puncaknya adalah pada dasa warsa 1970-an, yaitu dengan
digelarnya The United Nation Conference on Human Environment di
Stockholm oleh PBB pada tanggal 5 s/d 16 Juni 1972 (Sumaatmadja, 2001).
Implementasi dari resolusi Stockholm adalah dibentuknya badan khusus
yang membidangi permasalahan lingkungan oleh PBB yang dikenal dengan
United Nations Environmental Programs (UNEP) yang bermarkas di Nairobi,
Kenya (Soemarwoto, 1982).
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidupdan Implementasinya
Terkait dengan PKLH, sebelum tahun 1984, dikenal dua program, yaitu
Pendidikan Kependudukan (Population Education) dan Pendidikan Lingkungan
Hidup (Environmental Education). Pendidikan Kependudukan dicanangkan
oleh Depdikbud mulai tahun 1970, dengan latar belakang kekhawatiran
dunia akan adanya pertumbuhan penduduk yang tidak dapat diimbangi oleh
pertumbuhan bahan-bahan kebutuhan hidup. Sebagai suatu proses
pendidikan, Pendidikan Kependudukan ditekankan pada informasi masalah
kependudukan dengan tujuan mengubah sikap mental masyarakat ke arah
hal-hal yang positif dalam menanggulangi masalah kependudukan
(Sumaatmadja, 2001). Dalam hal ini, sasaran utama Pendidikan
Kependudukan adalah perubahan sikap dan perilaku terhadap masalah
reproduksi dan persebaran penduduk secara rasional dan bertanggung
jawab.
Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan program yang dicanangkan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tahun 1981.
International Union for Conservation of Nature and Nature Resources
(IUCN) memberikan batasan Pendidikan Lingkungan Hidup (dalam
Sumaatmadja, 2001) sebagai berikut. “Environmental education is a
process of recogniting values and clarifying concepts in order to
develop the skills and attitudes that are necessary to understand and
appreciate the interrelations among man, his culture and his biophysical
surrounding. Environment education is also entails practise in
dicision-making, and the self-formulation of code of behaviour about the
issues concerning environmental quality”
Dalam batasan itu tersirat bahwa sasaran utama dari Pendidikan
Lingkungan Hidup diletakkan pada upaya mengembangkan sikap dan perilaku
yang bermakna (rasional dan bertanggung jawab) terhadap masalah
pengelolaan sumber daya alam. Tujuan utama dari dua program tersebut
memang tampak berbeda, namun, secara implisit pada dasarnya kedua
program tersebut adalah sama, yaitu ditujukan untuk menunjang terbinanya
kualitas hidup penduduk secara lebih baik. Kedua program tersebut juga
memiliki objek kajian yang sama, yaitu dinamika penduduk dan integrasi
perilakunya (manusia) terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan fisiknya.
Persamaan lainnya juga tampak dari pendekatan pelaksanaannya, yaitu
sama-sama menggunakan pendekatan multidisiplin dengan mengintegrasikan
fakta, konsep, prinsip dan teori kependudukan dan lingkungan hidup ke
dalam berbagai studi yang relevan.
Karena adanya persamaan itulah kemudian Depdikbud, LIPI dan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprakarsai
seminar-lokakarya (semiloka) yang pelaksanaannya dilakukan pada bulan
Juli dan Oktober 1983 serta bulan Januari 1984. Hasil tiga kali semiloka
tersebut adalah disepakati penyatuan kedua program menjadi satu
program, yaitu Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang
kemudian lebih dikenal dengan Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan
Hidup.
Menurut hasil semiloka tersebut, Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan
Hidup adalah suatu program kependidikan untuk membina anak didik agar
memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional serta
bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dan
lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan. Sasaran akhir dari
Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup adalah terbentuknya Warga
Negara Indonesia yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup,
yaitu yang dalam tingkah laku sosial, ekonomi, politik dan budayanya
berpandangan progresif terhadap masalah-masalah kependudukan dan
lingkungan hidup menuju kehidupan keluarga dan masyarakat yang serasi
seimbang dalam hubungannya dengan Tuhan, lingkungan sosial dan
lingkungan hidupnya (Kastama,1996). Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup sebagai program
pendidikan, pada dasarnya bertujuan membentuk sikap dan perilaku manusia
agar bereproduksi secara rasional, memelihara lingkungan hidup, dan
bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan sekarang dan masa
mendatang melalui proses pendidikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan
Hidup diajarkan di semua jenjang pendidikan baik formal maupun
nonformal, mulai dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi.
Pendekatan yang digunakan dalam mengimplementasikan Pendidikan
Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di perguruan tinggi cukup bervariasi.
Ada yang menggunakan pendekatan monolitik, baik sebagai mata kuliah
wajib maupun sebagai mata kuliah kekhususan di program studi. Ada juga
yang menggunakan pendekatan integratif, di samping juga ada yang tidak
mencanangkannya sebagai mata kuliah.
Di LPTK, dengan pemberlakukaan SK Mendikbud RI Nomor 0193/U/1976,
Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup menjadi mata kuliah wajib
yang berdiri sendiri (monolitik) dan termasuk dalam kelompok Mata Kuliah
Dasar Umum (MKDU). Perrtimbangan yang melandasinya adalah, sebagai
lembaga yang menghasilkan tenaga kependidikan (calon guru), seorang
lulusan LPTK harus memiliki kemampuan untuk mengajarkan Pendidikan
Kependudukan Dan Lingkungan Hidup secara terintegrasi di sekolah pada
mata pelajaran yang dijarkan.
Namun, dengan pemberlakukaan SK Mendikbud RI Nomor 0212/DJ/Kep/ 1983
tentang Kurikulum Inti Program Sarjana dan Program Diploma Bidang
Kependidikan, yang tidak menjadikan PKLH mata kuliah wajib yang berdiri
sendiri di LPTK, berbagai variasi muncul dalam mengimplementasikan
materi PKLH di LPTK. Ada yang menjadikan Pendidikan Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup sebagai mata kuliah yang diajarkan secara monolitik
dengan memasukkannya ke dalam kelompok MKDU. Ada yang memasukkan
Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup kedalam Mata Kuliah
Kekhususan Program Studi, seperti terlihat di IKIP Negeri Singaraja
(namun, hanya di Jurusan Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, dan
PPKn). Di samping itu, ada juga LPTK yang tidak mengajarkannya secara
monolitik, tetapi menyajikannya secara integratif, dengan
mengintegrasikan PPendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup ke dalam
mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (dalam kelompok MKDU).
Terlepas dari variasi pengimpelementasian Pendidikan Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup tersebut, keberadaan PKLH secara monolitik di perguruan
tinggi perlu dipertahankan, khususnya di LPTK (Kastama,1996). Sebagai
calon guru, mahasiswa LPTK dituntut mempunyai persepsi yang mantap
tentang kemungkinan adanya dampak negatif dari pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali atau tentang adanya interaksi negatif dengan
lingkungan hidupnya, di samping karena kependudukan dan lingkungan hidup
menjadi hal yang mendasar sebagai penjabaran ketentuan GBHN, terutama
dalam membentuk sikap dan perilaku generasi muda berwawasan kependudukan
dan lingkungan hidup.
Berarti, secara pedagogis, implementasi Pendidikan Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup dalam pembelajaran menuntut guru tidak hanya sekadar
mampu menyajikan kepada murid contoh-contoh kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh perilaku manusia, yang bahan-bahannya dapat diambil
dari guntingan-guntingan koran atau yang sejenisnya. Dalam hal ini,
seorang guru dituntut mampu menyadari keberadaan siswanya terkait dengan
lingkungan tempat mereka berada dan mampu menstimulasi sasaran didik
untuk menumbuhkan sikap dan perilaku yang mengandung etika lingkungan
(Sumaatmadja, 2001). Sikap dan perilaku tersebut ditumbuhkan dengan
mengajak anak didik menyadari makna lingkungan baginya dan memahami
keterkaitannya dengan penduduk. Di samping itu, sikap dan perilaku yang
berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup juga perlu dimiliki dan
ditunjukkan oleh seorang guru untuk dapat diteladani oleh siswanya.
Berarti, untuk dapat melakukan pengintegrasian Pendidikan Kependudukan
Dan Lingkungan Hidup ke dalam mata pelajarannya, pemahaman seorang guru
tentang Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup menjadi mutlak, di
samping kemampuan merespon dan keteladanannya sebagai pencinta dan
pelestari lingkungan.
B. Permasalahan Pembelajaran Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di Sekolah
Telah dikemukakan di atas bahwa PKLH di sekolah diimplementasikan
menggunakan pendekatan integratif. Hasil monitoring dan supervisi
Depdikbud terhadap Pendidikan Kependudukan yang diimplementasikan secara
integratif di sekolah memperlihatkan adanya beberapa hambatan (Kastama,
1996). Salah satunya adalah sulitnya guru mengintegrasikan materi
Pendidikan Kependudukan ke dalam bidang studi atau mata pelajarannya,
walaupun GBPP sudah disiapkan. Hal yang sama juga dijumpai oleh Rideng
(1997) dalam penelitiannya tentang Pelaksanaan PKLH di SMU di kabupaten
Buleleng.
Terkait dengan PKLH, pada kurun waktu 1996-1999, penulis ditugaskan
sebagai instruktur/nara sumber dalam Pelatihan PKLH yang diselenggarakan
oleh Dinas Pendidikans Profinsi Bali. Peserta pelatihannya adalah
guru-guru TK, SD, SLTP dan SMU/K pengajar mata pelajaran di mana PKLH
diintegrasikan. Kesempatan itu juga digunakan melakukan wawancara dengan
peserta pelatihan. Hasil wawancara mengidentifikasi permasalahan dalam
implementasi PKLH di sekolah, seperti diuraikan berikut ini.
C. Masalah Guru sebagai Tenaga Pengajar Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
Implementasi PKLH secara integratif di sekolah terlihat memudahkan dan
memperlancar pelaksanaan PKLH karena jumlah guru yang dipandang turut
mengambil bagian tanggung jawab dalam melaksanakan program PKLH menjadi
cukup banyak. Namun, tanggung jawab yang diemban oleh guru bersangkutan
menjadi berkurang. Sementara, guru dituntut perhatian dan kemampuannya
secara konprehensif menyeluruh, di samping kemampuan dasar yang dapat
menjamin pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan
(Sumaatmadja, 2001). Berkurangnya tanggung jawab guru merupakan
konsekuensi logis dari penerapan pendekatan integratif karena PKLH
hanyalah materi titipan pada mata pelajaran yang menjadi tugas pokok
guru yang bersangkutan.
Di samping itu, implementasi PKLH dengan pendekatan integratifnya
terlihat tidak akan menambah beban waktu efektif suatu mata pelajaran.
Namun, guru akan kesulitan mengalokasikan waktu pada PKLH karena untuk
mata pelajaran pokoknya saja waktu yang disediakan sudah sedemikian
ketat, sehingga sulit untuk menambahkan pokok bahasan yang dititipkan
dari PKLH. Kenyataan tersebut tentu berimplikasi pada pencapaian tujuan
kurikuler PKLH itu sendiri.
D. Masalah Bahan Pelajaran Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
Pengintegrasian bahan pelajaran PKLH ke dalam mata pelajaran lain, dalam
penyajiannya jelas akan memperoleh fokus bahasan dari guru yang
dibebani tanggung jawab tersebut. Bisa terjadi seorang guru yang
mengintegrasikan PKLH berkurang perhatiannya terhadap bahan pelajaran
pokok yang seharusnya menjadi tanggung jawab profesinya, atau sebaliknya
pokok bahasan PKLH menjadi sangat berkurang, bahkan mungkin terlupakan.
Hal itu akan berdampak pada pencapaian tujuan kurikuler PKLH itu
sendiri dan pada pencapaian kurikuler secara menyeluruh.
Di samping itu, pengintegrasian tersebut juga dapat menimbulkan
terpisah-pisahnya pokok bahasan PKLH. Hal ini akan mengganggu kesatuan
program PKLH, sementara keutuhan program sebagai satu kesatuan menjadi
tututan dasar dalam pencapaian kurikulum (Nasution,1982). Dampaknya
adalah pada sasaran didik dalam menerima PKLH sebagai program. Pemahaman
siswa pada PKLH akan menjadi terkotak-kotak, tidak secara utuh dalam
suatu kebulatan program yang menyeluruh. Kenyataan tersebut tentu akan
menggangu pula keberhasilan tujuan kurikuler PKLH.
E. Metode dan Teknik PenyajianPendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
Setiap pokok bahasan membutuhkan metode dan teknik penyajian tertentu
yang dirasakan efektif (Salam,1997). Dengan pengimplementasian PKLH
secara integratif, persoalannya terletak pada bagaimana para pengajar
terampil menggunakan dan mentransfer metode yang digunakannya untuk mata
pelajaran pokoknya sebagai metode untuk menyajikan pokok bahasan PKLH.
Pada saat pokok bahasan PKLH memperlihatkan corak atau ciri yang khas
untuk menerapkan metode tertentu, maka tidak mustahil akan timbul
kesulitan dalam menghadapi metode tersebut untuk dintegrasikan dengan
pokok bahasan pada mata pelajaran pokoknya. Permasalahan yang timbul
pada penerapan metode dan teknik penyajian PKLH, maka akan berimplikasi
pada tujuan kurikuler secara keseluruhan, baik mata pelajaran yang
dititipkan maupun tujuan kurikuler PKLH itu sendiri. Dalam hal ini, guru
akan lebih mengutamakan pencapaian tujuan kurikuler dari mata pelajaran
yang menjadi tugas pokoknya.
F. Evaluasi Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
Tercapainya tujuan pendidikan baru dapat diketahui bila telah dilakukan
evaluasi terhadap tindakan dan kegiatan pendidikan tersebut (Salam,
1997). Dengan pendekatan integratif yang digunakan dalam
mengimplementasikan PKLH sudah dapat dibayangkan bagaimana sulitnya
melaksanakan evaluasi sekaligus dalam bentuk mata pelajaran yang sudah
diintegrasikan. Hal tersebut akan berdampak juga pada pencapaian tujuan
kurikuler.
solusinya adalah kepada menteri pendidikan harus mensosialisasikan pendidikan di indonesia ini dengan mutu yg baik,, pertama harus pada guru-guru di indonesia ini apakah kualitasnya sudah memenuhi standar menjadi seorang guru atau belum,,
0 komentar:
Posting Komentar